Spelling suggestions: "subject:"antifertility"" "subject:"subfertility""
1 |
Association analyses to genetically study reproduction and seed quality features of faba bean (Vicia faba L.)Puspitasari, Winda 28 June 2017 (has links)
Kacang faba (Vicia faba L.) merupakan tanaman alogami yang dapat melakukan pembuahan sendiri maupun pembuahan silang. Pembuahan sendiri terjadi tanpa adanya bantuan polinator maupun rangsangan mekanik eksternal, yang pada kacang faba dikenal dengan istilah autofertilitas. Level autofertilitas bervariasi di antara genotipe. Ketika pembuahan terjadi, baik pembuahan sendiri maupun silang, jumlah dan kualitas biji sangat menentukan. Biji kacang faba kaya akan protein dan mengandung komposisi nutrisi lain yang bernilai tinggi. Namun demikian, kacang faba mengandung senyawa anti nutrisi, seperti vicin dan convicin, yang membatasi pemanfaatannya sebagai pangan dan pakan serta memiliki dampak kesehatan bagi manusia. Tujuan dari penelitian ini pada bab pertama adalah untuk mempelajari secara genetik dan mengukur level dan variasi autofertilitas pada kacang faba winter yang spesifik dan untuk mengidentifikasi QTL untuk autofertilitas dan karakter terkait. Jadi fokus bab pertama adalah pada pembuahan dan asal biji. Fokus bab kedua adalah pada kualitas biji yang dihasilkan. Penelitian bab kedua bertujuan untuk mengembangkan kalibrasi berbasis NIRS untuk kandungan vicin-convicin pada biji kacang faba, mempelajari heritabilitas dan variasi genetik kandungan vicin-convicin, mengidentifikasi QTL yang berperan untuk variasi genotipe kacang faba yang mengandung vicin-convicin (tipe liar) dan memverifikasi apakah alel mutan yang terdapat pada vicin-convicin alelik dengan QTL pada material yang mengadung vicin-convicin.
Sejumlah eksperimen dilakukan di lapang dan laboratorium untuk mempelajari secara genetik karakter reproduksi dan kualitas biji kacang faba. Materi genetik utama yang digunakan pada penelitian ini melibatkan 200 galur murni, bernama set-Q, yang terdiri dari 189 galur set-A (galur murni untuk studi asosiasi), tujuh galur kacang faba winter dan empat galur kacang faba spring. Set-A berasal dari Göttingen Winter Bean Population (GWBP). Studi fitur reproduksi dilakukan pada rumah isolasi bebas lebah pada 2013, 2014 dan 2015. Perlakuan “tripped” dan “un-tripped” diterapkan pada bunga faba selama musim berbunga. Studi kualitas biji (kandungan vicin-convicin) dilakukan dengan menggunakan analisa HPLC dan spektrofotometri NIR pada biji yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya. Kami mengembangkan kalibarsi NIRS untuk memprediksi kandungan vicin-convicin berbasis NIRS. Analisis asosiasi seluruh genom (GWAS) antara penanda DNA dengan karakter fenotipik dilakukan dengan menggunakan TASSEL version 3.0. Sebanyak 2018 penanda polimorfik digunakan yang terdiri dari 189 SNP (Single Nucleotide Polymorphism) dan 1829 AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism).
Untuk menentukan autofertilitas, penelitian difokuskan pada karakter prosentase pembuahan, potensi pengisian polong dan pengisian polong sebenarnya, terutama pada perlakuan ‘un-tripped’. Prosentase pembuahan pada perlakuan ‘un-tripped’ rendah, dengan nilai maksimum 37,14% dan heritabiltasnya tinggi. Tripping secara nyata meningkatkan nilai rata-rata ketiga aspek autofertilitas tersebut. Heritabilitas prosentase pembuahan pada perlakuan ‘tripped’ lebih tinggi daripada ‘un-tripped’ yang mengindikasikan perbedaan reaksi tripping merupakan faktor genetik. Tripping yang intens juga mengkonfirmasi hasil tersebut dan menunjukkan bahwa tidak satupun genotype menghasilkan prosentase pembuahan 100%. Hasil penting dari penelitian ini adalah kacang faba winter memiliki level autofertilitas yang berbeda dan lebih rendah dibandingkan dengan kacang faba spring. Teknologi NIRS dapat diterapkan untuk memprediksi kandungan vicin-convicin pada kacang faba. Diperoleh persamaan kalibrasi yang baik dan dapat diterapkan untuk menganalisa contoh biji kacang faba yang dihasilkan pada pengulangan, perlakuan dan tahun yang berbeda. Diperoleh variasi kandungan vicin-convicin yang lebar dan signifikan dengan nilai heritabilitas yang cukup tinggi. Penelitian ini juga menghasilkan beberapa penanda DNA putatif yang secara signifikan terasosiasi dengan beberapa karakter agronomi dan juga kandungan vicin-convicin. Satu penanda AFLP berasosiasi signifikan terhadap variasi vicin-convicin pada genotype, dan dengan menganalisa lebih jauh tiga peta keterpautan yang berbeda dan hubungan sinteni dengan Medicago truncatula, posisi QTL tersebut sangat mungkin berada pada kromosom 5 Vicia faba.
Penemuan ini merupakan langkah awal untuk penelitian dan pemuliaan kacang faba winter Eropa yang tinggi fertilitas dengan kualitas biji yang baik.
|
2 |
Constraints on sexual reproduction and seed set in <em>Vaccinium</em> and <em>Campanula</em>Nuortila, C. (Carolin) 05 June 2007 (has links)
Abstract
Plant reproductive success is affected by a number of factors, such as climatic conditions and plant resource status during flowering and fruiting, and pollen origin in fertilization. In the present thesis project, different aspects of plant reproductive ecology were investigated in order to identify constraints on sexual reproduction and seed set in two clonal dwarf shrubs (Vaccinium myrtillus and V. vitis-idaea) and one long-lived perennial herb (Campanula rotundifolia). The work comprised phenological observations and experiments with the clonal shrubs at natural boreal forest sites in the Oulanka National Park in northern Finland. The impact of mycorrhiza on C. rotundifolia fitness traits was tested in hand pollinations in a greenhouse experiment.
Pollen origin had some effect on fruit set, and had strong effects on the number of matured seeds in all three species. Seed yield reductions upon hand self-pollination as compared with hand cross-pollination were attributed to inbreeding depression in V. myrtillus, and presumably to partial self-incompatibility in C. rotundifolia. V. myrtillus and V. vitis-idaea showed a population structure where the number of matured seeds per fruit increased with increasing distance between pollen donor and pollen recipient. Clonal growth in concert with the foraging behaviour of bumblebee pollinators is thought to cause the possibility of either uniparental or biparental inbreeding, with a strong effect on the number of matured seeds per berry.
In a flower-removal experiment lasting three years, costs of fruiting to future fecundity and vegetative traits were observed, but not to future survival in V. vitis-idaea and V. myrtillus. The response was more pronounced in the evergreen than in the deciduous species. In Campanula rotundifolia, mycorrhiza was associated with a cost to the plants' reproductive effort, as plant biomass and the number of flowers produced per plant were decreased in mycorrhizal plants in comparison with non-mycorrhizal plants. There was no difference in seed number, seed weight or germination between the seeds of mycorrhizal and non-mycorrhizal plants. However, the offspring of mycorrhizal plants had a higher relative growth rate, while also having a higher seed phosphorus concentration.
In summary, sexual reproduction was variably constrained by previous reproduction in Vaccinium, and contrary to expectations, by mycorrhiza in Campanula. However, mycorrhiza had positive effects on some measures of offspring fitness. In all three species, self-pollination limited seed production.
|
Page generated in 0.0685 seconds