Spelling suggestions: "subject:"bollen anda sport"" "subject:"bollen ando sport""
1 |
A multi-proxy paleoecological study of Anderson Fen, Central Vancouver Island, British Columbia, CanadaAdeleye, Matthew A. 31 October 2018 (has links)
A paleoecological study was carried out on a 4.7 m peat core from Anderson Fen on central Vancouver Island, using a multi-proxy approach. Pollen, non-pollen palynomorphs, and physicochemical analyses were used to document past vegetation, peatland developmental history, and carbon and nitrogen accumulation rates over the last 14,000 years. Lake sediment and aquatic plant remains at the base of the core indicate a shallow pond was present at the site after deglaciation. By ~11,700 calendar years before present (cal yr BP), the shallow pond became a herb-dominated wetland (marsh) through terrestrialization. Bog formation started around 10,500 cal yr BP with decreasing water levels, as indicated by high C:N, Sphagnum and fungal remains, and testate amoebae such as Archerella flavum and Heleopera. A fen developed by ~9400 cal yr BP with fluctuating water levels through the rest of Holocene. Carbon accumulation rates were highest towards the surface and during the early Holocene warm period, with an overall mean rate of 12.9 g/m2/cal yr, which is low compared to continental and northern peatlands. Pollen analysis reveals that non-arboreal communities dominated by Salix prevailed soon after deglaciation before the expansion of Pinus forests 13,200 cal yr BP. Pseudotsuga menziesii dominated forests between ~10,700 and 8400 cal yr BP under warm and dry conditions. Tsuga heterophylla rainforest was established by ~7000 cal yr BP under increasingly cool and wet conditions. Overall, Anderson fen and the surrounding area experienced major and rapid changes in environmental conditions and vegetation in response to climate change during the late glacial and early Holocene, while mid- to late Holocene changes have been more subtle and relatively gradual. / Graduate / 2020-10-25
|
2 |
The late holocene history of vegetation, climate, fire dynamics and human impacts in Java and Southern KalimantanPoliakova, Anastasia 24 September 2015 (has links)
(Bahasa Indonesia) Analisa yang terperinci mengenai lingkungan di masa lalu, iklim dan sejarah penggunaaan lahan di wilayah Indonesia sangat penting untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan manusia-lingkungan dan untuk mencegah ketidakpastian perkembangan wilayah tersebut di masa depan. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki keanekaragaman terbesar, dan pada saat yang bersamaan juga merupakan salah satu Negara yang mempunyai jumlah penduduk terpadat di dunia. Seiring dengan sejarah, pengaruh dari aktivitas manusia pada suatu daerah menjadi semakin kuat. Penelitian ini dilakukan untuk mengakses peranan manusia terhadap perubahan lingkungan.
Penelitian kami difokuskan pada rekonstruksi pola vegetasi di masa lampau, perubahan lingkungan dan interaksi antara manusia dan lingkungan yang tercermin dalam sedimen laut di perairan Indonesia. Dua macam pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah: polen (serbuik sari), yang berasal dari darat dan diharapkan bisa memberikan informasi yang beragam tentang vegetasi dan dinamika penggunaan lahan, dan organic dinoflagelata yang berasal dari lingkungan laut dan merefleksikan perubahan parameter air secara kuantitatif (misal. SST, SSS) dan kualitatif (mis: kondisi tropic dilihat dari segi makro-elemen utama dan oksigen terlarut dalam air). Selain itu, arang mikro dipelajari untuk mendapatkan data mengenai sejarah kebakaran di wilayah tersebut dan untuk memperoleh data tambahan untuk interpretasi polen dan data dinoflagelata.
Penelitian dilakukan di dua situs sebagai perbandingan: pertama, di wilayah Jawa yang padat penduduk dengan sejarah panjang dari dampak aktivitas manusia yang menghasilkan lanskap pertanian yang luas, dan yang kedua, di wilayah Kalimantan Selatan dengan kepadatan penduduk yang tidak terlalu tinggi dan tidak banyak perubahan akibat pengaruh aktivitas manusia dan masih merupakan vegetasi alami.
Metode yang digunakan, palinologi laut memerlukan perhatian khusus dalam interpretasi data. Faktor pengendapan polen adalah sangat penting, terutama untuk daerah-daerah dengan pengaruh kuat dari angin dan arus laut seperti wilayah Indonesia dimana sistem iklim secara keseluruhan didorong sebagian oleh pergantian musim.
Untuk mendapatkan beberapa pemikiran mengenai transportasi sedimen di wilayah ini, kami mempelajari dan membahas secara rinci perbedaan jumlah polen yang dikumpulkan pada kondisi musim hujan yang berbeda serta selama waktu perpindahan musim. Subyek manuskrip pertama kami adalah kemelimpahan dan komposisi taksa modern polen dan spora yang didapat dari sedimen yang terakumulasi di Samudera India sebelah barat daya Jawa. Hasil yang diperoleh digunakan untuk interpretasi lebih lanjut dari fosil polen laut.
Sejarah intensifikasi penggunaan lahan dan perubahan vegetasi lebih dari 3500 tahun yang lalu yang diperoleh dari dinoflagelata dan kumpullan polen dari sedimen laut dipresentasikan dalam jurnal yang kedua. Studi ini didasarkan pada perbandingan dua core laut dari lepas Laut Jawa dekat Kalimantan Barat (Sungai Jelai) and bagian timur laut Jawa (Sungai/Bengavan Solo). Pada manuskrip yang ketiga, hasil ini diperbandingkan dengan sedimen core dari lepas pantai yang diambil dari bagian hulu sungai Pembuang. Studi ini membahas mengenai hasil analisa geokimia dan analisa dinoflagelata dalam cakupan paleoekologi dan paleoenvironment.
Manuskrip kelima membahas tentang keragaman polen dalam core sedimen laut dari wilayah Indonesia. Studi ini merangkum pengetahuan yang diperoleh selama meneliti core sedimen dari Laut Jawa dan dari studi perangkap sedimen di Samudera Hindia. Dalam bentuk atlas polen, kami memberikan hasil analisis secara rinci dari daftar taksa polen dan dilengkapi dengan foto mikro pada tingkat fokus yang berbeda. Hasil keseluruhan dari penelitian ini akan memberikan kontribusi pada pengetahuan tentang dinamika ekosistem dan sejarah alam di wilayah Indonesia dan dapat membantu investigasi paleoekologi dan paleo-iklim di masa depan secara lebih rinci.
|
3 |
Reconstruction de la végétation et du climat durant le Quaternaire récent à partir de deux tourbières en zone subtropicale en Chine / Vegetation and climate reconstruction of the late Quaternary from two mountain peat boreholes in subtropical zone of ChinaLi, Jie 05 June 2012 (has links)
La chine subtropicale est considérée comme une zone riche en biodiversité ainsi qu'une réserve naturelle abritant plusieurs espèces de plantes endémiques sous l'influence de la Mousson Asiatique (MA). Les enregistrements paléoclimatiques continus dans cette région sont trop peu nombreux pour comprendre l'évolution floristique liée aux changements climatiques qui demeure ainsi méconnue, particulièrement durant le DMG. Dans ce contexte, ce travail a pour objectifs d'étudier, au cours des derniers 40000 ans, la variabilité floristique et climatique enregistrées dans les zones humides montagneuse sub-tropicales chinoises. Notre étude s'appuie sur l'étude de deux carottes sédimentaires ou la variabilité est reconstituée à partir de l'étude palynologique. L'enregistrement le plus long (derniers 42000 ans) a été obtenu sur une carotte prélevée dans la zone humide sub-alpine de Dajiuhu, dans les montagnes Shennongjia situées en Chine centrale. Cette région est fortement influencée par la Mousson Est Asiatique (MEA) et caractérisée par des forets tempérées décidues associées à quelques taxons de conifères. L'autre enregistrement concerne une carotte (GT-2), qui quant à elle enregistre les derniers 21000 ans, prélevée dans la zone humide de Gutian, province de Guangxi au sud de la chine sous l'influence de la mousson indienne (MI). L'objectif de ce travail est de reconstituer les variations régionales de la végétation et les variations climatiques liées aux deux systèmes de mousson (MEA et MI). L'étude palynologique de nos deux carottes est complétée et renforcée par une approche multi-proxy s'appuyant sur les spores, le δ13C, l'analyse de l'échelle de gris, la susceptibilité magnétique ainsi que le degré d'humification. L'analyse du pollen dans la carotte DJH-1 révèle que le climat et la végétation ont significativement varié tout au long de ces derniers 42000 ans. La région de Dajiuhu, caractérisée aujourd'hui par des forêts denses était autrefois couvertes par des prairies alpine associés à une forêt clairsemée durant le DMG comme le laisse suggérer la prédominance des Cyperaceae et Poaceae dans les spectres polliniques. De faibles teneurs en matière organique (MOT) ainsi qu'un niveau de gris bas ont été aussi signalés durant la période glaciaire. La foret commençait à se reconstituer à partir de 14ka BP et les forets à arbre persistant ont atteint leur niveau maximale entre 10ka et 4ka BP, correspondant au maximum thermique de l'holocène. Les changements survenus après 4000BP ont été explorés aussi. La carotte GT-2 au sud de la chine sub-tropicale révèle quant à elle une végétation différente durant le dernier maximum glaciaire. Les spectres polliniques indiquent que cette période était caractérisée par des forêts de conifères associées à des forêts décidues. La prépondérance des genres décidus comme Carpinus, Betula et Corylus semble indiquer des conditions froides, alors que les pluies restaient abondantes. L'abondance du genre Tsuga, particulièrement entre 21 et 17ka BP suggère la descente de la limite forestière à des altitudes beaucoup plus basses. Les successions de biomes dans montagnes subtropicale du sud de la chine s'est étalée sur plusieurs phases : (1) la première se caractérise par des forêts décidues associées à des conifères (17-12.5ka BP), (2) la deuxième phase est dominée par les forêts decidues, (3) la troisième se caractérise par des forêts à arbres persistants associées à des arbres a feuilles caduques (12.5-9ka BP). Les deux dernières phases voient se succéder des forêts à arbres persistants (9-2.5ka BP) puis une forêt mixte, probablement liée à l'activité humaine. La comparaison entre les deux sites d'étude confirme que les changements de végétation durant le DMG étaient importants. / Subtropical China is considered as an important region for biodiversity and a great natural reserve for endemic plant species, where the climate is mainly controlled by Asian Monsoon (AM). Since the recent decades, few continuous records so far covering the last glacial period in this area have been studied. In consequence, the past floristic evolution and vegetation-climate changes during particularly the Last Glacial period are still unclear. In this study, two cores from subtropical mountain wetlands were studied by means of palynology and other multidisciplinary proxies. The longer studied material covering the last 42 ka was obtained from a sub-alpine wetland in Dajiuhu, Shennongjia Mountains of central China, where the present-day vegetation is temperate deciduous forest mixed with some conifer taxa, and the climate is greatly influenced by the East Asian monsoon (EAM). The other material, core GT-2, collected in Gutian wetland of Guangxi Province in south China has an age of 21 ka can reflect the changes of evergreen forest and climate which is controled by the Indian monsoon (IM) overlapped with EAM. The aim of the current study is to reconstruct the regional vegetation and climate changes, and better understand the variability of two monsoon system (EAM and IM) since the last glacial period. Multi-proxy analysis including pollen and spore, stable carbon isotope (δ13C), sediment gray-scale (GS), magnetic suscepbitility (MS),peat humification (HD) and so on were perfomed for evaluating the regional environment changes. The overall result can be summarized as below: The pollen analysis from the DJH-1 core reveals that the past vegetation and climate in northern subtropical zone of central China varied significantly over the last 42 ka. The vegetation in Dajiuhu region, dominated by dense temperate forest today, was an alpine meadow with sparse mixed forest during the last glacial characterized by predominant Cyperaceae and Poaceae in the pollen spectra. Other proxies show that the lowest TOC content and lighter gray-scale in the glacial interval. The broadleaved forest began to return since 14 cal ka BP, and the evergreen broadleaved trees attained their highest level between ~10 and 4 cal ka BP, accordance in timing with the Holocene thermal maximum. A change at 4000 cal BP in pollen spretra was also investigated. The results from the core GT-2 in southern subtropical zone of China suggest a different replacement of vegetation during the last glacial. Pollen data indicate that a dense mixed forest of coniferous and deciduous broadleaved forest covered the southern subtropical mountains during the LGM (21-12.5 cal ka BP). The grass was however in low percentage. The high percentage of deciduous taxa such as Carpinus, Betula and Corylus indicate a colder condition, whereas the rainfall maintains abundant. The relatively high amount of Tsuga particularly during 21-17 cal ka BP suggests an important lowering of vertical forest belt. The biome changes in the southern subtropical mountains since the last glacial maximum can be outlined as follow: (1) deciduous and coniferous mixed forest (21-17 ka BP); (2) deciduous broadleaved forest (17-12.5 ka BP); (3) deciduous and evergreen mixed forest (12.5-9 ka BP); (4) evergreen broadleaved forest (9-2.5 cal ka BP) and (5) Mixed forest (from 2.5 cal ka BP) possible caused by human activity. The comparison of the two studied sites confirms that the shift of vegetation zone during the last glacial period is important. The alpine tree line might decend at an amplitude of more than 1000 m lower than that of today, and the temperate zone of deciduous broadleaved forest moved southwards to Guangxi Province (e.g. from about 30 to 22 latitude N ). The rapid increase of braodleved forest in central China began at about 10 cal ka BP, whereas the return to evergreen forest in Guangxi of southern subtropical zone took place at ca. 9 cal ka BP.
|
Page generated in 0.0919 seconds